Menjelaskan Arti dan Makna Kehidupan Dalam Kitab Pengkhotbah diperhadapkan dengan Pemahaman dalam Ilmu Pengetahuan (Science), Sistematika, Ilmu Agama-Agama, Agama Suku, Kaum Ateis, di tengah-tengah Kehidupan Manusia Masakini.
I. Latar Belakang Masalah
Seluruh sejarah umat manusia adalah wujud dari rentetan usahanya menemukan hakikat diri dan makna hidup. Sebab dalam adanya rasa dan kesadaran akan makna hidup, kebahagiaan dapat terwujud. Kesadaran hidup bermakna dan bertujuan diperoleh orang hampir semata-mata karena dia mempunyai tujuan yang diyakini cukup berharga untuk diperjuangkan, kalau perlu dengan pengorbanan. Hanya saja, mengatakan hidup orang bermakna, atau mungkin sangat bermakna, tidak dengan sendirinya mengatakan bahwa hidup orang itu bernilai positif, yakni baik. Oleh karena itu hidup ini dinamis. Ada kalanya di atas, ada kalanya di bawah. Ada kalanya terasa membahagiakan, tetapi bukan tidak mungkin mengalami sesuatu yang membuat kita menderita. Dari hal itu apa sebenarnya hidup itu? Bagaimana manusia mengetahui bahwa hidup yang dilaluinya sangat bermakna didalam kehidupan itu? Dan apa sebenarnya makna hidup bagi kehidupan manusia? Masih banyak orang tidak tau apa itu arti dan makna kehidupan bagi dirinya. Oleh karena itu dari kajian ini, saya sebagai penyeminar akan mengkaji dan Menjelaskan Arti dan Makna Kehidupan Dalam Kitab Pengkhotbah diperhadapkan dengan Pemahaman dalam Ilmu Pengetahuan (Science), Sistematika, Ilmu Agama-Agama, Agama Suku, Kaum Ateis, di tengah-tengah Kehidupan Manusia Masakini.
II. Pembahasan
2.1. Pengertian Hidup Secara Umum
Hidup adalah bentuk atau kualitas eksistensi yang membedakan maklhuk hidup dari benda mati.Karakteristik kehidupan yang dimiliki oleh semua organisme hidup adalah pertumbuhan, reproduksi, metabolisme, dan kemampuan untuk menanggapi rangsangan.[1] Hidup berarti masih terus ada, bergerak dan bekerja sebagaimana mestinya, bertempat tinggal (diam), mengalami kehidupan dalam keadaan atau dengan cara tertentu.[2] Selain itu hidup merupakan keberadaan spiritual dianggap melampaui kematian jasmani.[3]
2.2. Konsep Hidup dalam Perjanjian Lama
Dalam istilah Ibrani untuk kata hidup/kehidupan adalah הׇיkhay (Tunggal) atau הׇיִםkhayim (Jamak), yang terdapat 147 kali dalam Perjanjian Lama.Kata kerjanya yaitu הׇיׇהkhayah pada awalnya berarti lamanya waktu seseorang hidup, biasanya jumlah tahun tertentu.[4]Selain bermakna lamanya waktu hidup, kata ini juga berarti status kehidupan yang berlawanan dengan kematian (2 Sam. 15:21; Kej. 27:46), (kepemilikian atau sukacita) hidup atau kesehatan atau totalitas (Mzm. 56:14; Yer. 21:8), serta mata pencaharian (Ams. 27:27).[5]
Bagi orang Ibrani hidup/kehidupan mempunyai makna selain makna kehidupan fisik.Bagi mereka, hidup adalah aktivitas atau keadaan yang baik/kesejahteraan. Penggunaan kata ini dalam PL didasarkan atas konsep gerekan, aktivitas.Hal ini dikuatkan terutama karena adakalanya kata ini digabungkan dengan שלום (Shalom).Dalam kitab hikmat, semua jalan hikmat adalah shalom dan bahwa hikmat adalah pohon kehidupan bagi mereka yang bersandar padaNya (Ams. 3:17) yang berbicara tentang panjang umur, kekayaan, kehormatan dan kebahagiaan.Maleakhi 2:5 menyatakan bahwa perjanjian Allah dengan orang Lewi adalah perjanjian “Hidup dan Damai”.Ada juga hubungannya dengan berkat (Ul. 18; 30:16; 30:19).Karenanya kehidupan berarti berkat dan kematian adalah kutuk.[6]
Selain itu, kehidupan juga berarti kesehatan atau kehidupan yang penuh.Hidup artinya bukan hanya tetap hidup, melainkan juga menikmati suatu hidup yang penuh, kaya dan bahagia.Sering juga berarti “kuat dan sehat”. Orang Israel digigit ular di padang gurun, melihat pada tiang ular dan “hidup” atau disembuhkan (Ul. 21:8). Hidup dihubungkan dengan “kepemilikan tanah” (Ul. 4:1; 5:33; 8:1).Jika demikian, hidup hanya didapatkan dengan menjaga perintah Allah.[7]
2.3. Konsep Hidup dalam Perjanjian Baru
Kata βιος (bios) terdapat 9 kali dalam Perjanjian Baru.Selain dalam Markus dan Lukas, juga terdapat dalam 1 dan 2 Timotius dan 1 Yohanes.[8] Dalam PB, kata ini mempunyai arti yaitu, Pertama, kehidupan duniawi dalam hal fungsi dan waktu yang dibutuhkan (1 Tim. 2:2; 2 Tim 2:4; Luk. 8:14), Kedua, nafkah atau harta (Mrk. 12:44; Luk. 8:43; 15:12; 30; 21:24).[9]Bios mengarah pada daerah manusia atau dunia dan fokus pada urusan keberadaan materi.Kadang-kadang berarti harta (kekayaan) atau warisan (Lih. Mrk. 12:44; Luk. 8:43; 15:12; 30; 1 Yoh. 3:17).[10] Kata ζωη (zōē ) berhubungan dengan keselamatan.[11] Kata zōē(kata benda = hidup) terdapat 135 kali dalam PB. Sementara zōē (kata kerja = hidup) terdapat 140 kali, secara khusus dalam tulisan Paulus 23 kali, Yohanes 17 kali dan Wahyu 13 kali. Dalam Injil Sinoptik dan surat Yohanes jarang terdapat (Matius 6 kali, Markus 3 kali, Lukas 1 kali, dan Yohanes 1 kali).[12]
Kata zōē dalam PB lebih dikenal sebagai hidup supra alami yang merupakan milik Allah dan Kristus, yang akan diterima orang percaya di masa depan, tetapi yang mereka juga telah nikmati kini dan disini. Ini berbeda dengan bios yang cenderung mengarah pada hidup duniawi. Jika bios dimiliki semua orang, maka zōē hanya dimiliki oleh orang percaya. Hidup dalam PB, menyangkut kehidupan masa kini dan masa yang akan dating. Kehidupan di masa yang akan dating hanya dimiliki oleh orang yang percaya kepada Yesus.[13]
2.4. Arti dan Makna Kehidupan Secara Umum
Makna hidup adalah suatu tujuan kenapa manusia ada dan kenapa kita ada. Sebab asumsinya adalah manusia tidak selalu ada dan pernah tidak ada. Jadi kehadirannya dianggap membawa suatu makna tertentu.Kejadian 1:26-29, berfirmanlah Allah :"Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi." Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia ; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka. Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: "Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi." Berfirmanlah Allah : "Lihatlah, Aku memberikan kepadamu segala tumbuh-tumbuhan yang berbiji di seluruh bumi dan segala pohon-pohonan yang buahnya berbiji; itulah yang akan menjadi makananmu."
Secara umum Allah menciptakan manusia dengan tujuan:
a. Untuk menjadi wakil Allah di bumi.
b. Memerintah segala isi bumi ini atau alam semesta, juga menunjukkan manusia itu diciptakan Tuhan untuk menikmati semua karya ciptaan Tuhan.
Tujuan utama atau tujuan puncak manusia diciptakan Tuhan adalah untuk menikmati Tuhan, untuk dirinya bersekutu dengan Tuhan, dan menikmatiNya.
Standar atau kriteria penciptaan manusia adalah hal yang sangat-sangat khusus, yang juga menandakan betapa spesialnya dan berharganya manusia itu.Semua ciptaan, diciptakan Tuhan melalui perkataanNya, tapi hanya satu ciptaan yang diciptakan dengan tangan Tuhan yaitu manusia. Alkitab mencatat hal itu untuk menunjukkan betapa khususnya manusia, sehingga Tuhan perlu mendisainnya dengan tanganNya sendiri dan Tuhan yang menghembuskan nafas kehidupan ke dalam manusia itulah yang menghidupkan manusia. Dr. Victor Frankle adalah seorang terapi yang menekankan bahwa manusia itu harus mempunyai makna hidup, tanpa makna hidup manusia sebetulnya kehilangan hidup itu sendiri.[14]
2.5. Arti dan Makna Hidup dalam Kitab Pengkhotbah
Kitab Pengkhotbah adalah salah satu kitab sastera hikmat yang terdapat dalam kitab PL. Secara etimologi pengkhotbah berasal dari kata Ibr Qohelet dengan akar kata qahal yang artinya sidang atau pertemuan, sehingga pengkhotbah adalah orang yang berdiri di depan sidang/ jemaat untuk mengajar atau memberitahukan jalan-jalan Tuhan. Ibrani kuno awalnya memakai istilah “hossoperet”artinya: orang yang cerdas dan pintar, sehingga orang yang berdiri di depan jemaat tersebut adalah orang-orang yang cerdas dan pintar. Septuaginta memakai istilah ekklesia artinya jemaat atau gereja. Sebagai pengajar yang bijaksana maka tujuan pengajaran adalah memahami arti dan makna kehidupan.[15] Kitab ini sesungguhnya menyatakan bahwa Allah mengetahui apa yang sedang terjadi dan umatNya harus bergantung pada-Nya serta melayani Dia. Kitab ini memperingatkan agar hati-hati dalam hidup karena manusia harus mempertanggung jawabkan kepada Dia. Penulis seakan-akan berkata: “Marilah kita melihat bagaimana rasanya hidup tanpa Allah? Apa yang akan diperoleh jika hanya hidup untuk hal-hal duniawi? Hidup menjadi sia-sia dan hampa, menjengkelkan dan penuh dengan penderitaan. Namun, Allah bisa mengubah semua itu.[16]
Kehidupan dalam Kitab Pengkhotbah adalah sebagaimana yang dijalani manusia, dimana dalam kitab ini mengatakan bahwa tanpa Allah hidup adalah sia-sia, tiada arti, tiada tujuan, kosong, dan merupakan sebuah gambaran yang suram. Kehidupan ini tidak adil, bekerja itu tidak ada gunanya, kesenangan tidak dapat memberi kepuasan, kehidupan yang baik dan pikiran yang bijaksana menjadi sia-sia karena pada akhirnya menghadapi kematian.[17] Dalam pasal-pasal pertama kitab Pengkhotbah, pernyataan demi pernyataan dari Pengkhotbah yang tidak biasa, ia mengatakan bahwa segala sesuatu adalah sia-sia (Pengkhotbah 1:2). Ungkapan kesia-siaan ini mendominasi dan dapat ditemukan hampir di seluruh bagian pasal dalam kitab tersebut. Dan bagi Pengkhotbah, segala sesuatu adalah kesia-siaan.[18] Kitab Pengkhotbah ini bukan berisi khotbah agar pembaca meyakini hidup, bekerja, dan belajar adalah sia-sia. Tetapi Pengkhotbah mengajak manusia untuk merenung dan menimbang secara kritis segala aspek kehidupan ini, mulai dari tingkah laku manusia, termasuk makna dan tujuan hidup sendiri. Pengkhotbah bergumul lalu menyadari bahwa semakin keras ia berusaha memaknai hidup, semakin ia menyadari bahwa hal tersebut adalah sia-sia. Menurut Pengkhotbah, ternyata tidak semuanya sia-sia. Ada satu yang tidak, yaitu Allah. Pengkhotbah mengajak orang untuk menikmati hidup pemberian Allah. Pengkhotbah mengajak untuk tunduk kepada Allah karena Allah-lah yang tahu segalanya dan hanya Dialah yang tidak sia-sia.[19]
Kesimpulannya, Hidup menurut Pengkhotbah, yaitu :
1. Bagi pengkotbah sangat membenci kehidupan itu, karena menurutnya hidup itu adalah menyusahkan dan adalah kesia-siaan. (Pkh. 2:17).
2. Seluruh hidupnya penuh kesedihan, kesusahan hati, dia tidak tentram (Pkh. 2:23).
3. Oleh karena nya selagi masih ada hidup, ini adalah kesempatan untuk menikmati kesenangan (Pkh. 3:12).
4. Makan minum dan bersenang-senang itu juga datang dari tangan Allah (Pkh. 2:24).
5. Oleh sebab kesusuhan itu, orang-orang mati lebih berbahagia daripada orang-orang hidup (Pkh. 4:2).
6. Hidup itu pendek dan bergantung kepada karunia Allah (Pkh. 5:18)
7. Dan kalaupun ada orang yang hidup dengan umur yang panjang belum tentu dia puas dengan kesenangannya (Pkh. 6:3)
8. Bahkan ketika ada orang hidup 2 kali seribu tahun, jika dia tanpa menikmati kesenangan, itu juga adalah kesia-siaan karena hidup itu menuju ke suatu tempat (Pkh. 6:6)
9. Karenanya waktu hidup adalah memperhatikan kehidupan itu sendiri (Pkh. 7:2)
10. Dan yang yang dapat memelihara hidup itu bagi pemiliknya adalah hikmat (Pkh. 7:15)
11. Orang-orang berdosa- dan jahat, bisa saja hidup lebih lama dari orang yang patuh akan Allah, tetapi hanya orang yang takut akan Allah yang akan memperoleh kebahagiaan (Pkh. 8:12).
12. kebrutalan ada dalam hati manusia dan itu membuat mereka menuju jalan orang mati. Hanya orang yang hidup yang mempunyai harapan (Pkh. 9:3)
13. Hidup ini adalah sia-sia, tetapi setiap orang yang hidup akan mempertanggungjawabkan perbuatannya di hdapan Tuhan di pengadilan yang berlaku bagi seluruh manusia (Pkh. 12:13-14).
2.6. Arti dan Makna Kehidupan dalam Pemahaman Ilmu Pengetahuan (Science)
Kehidupan memang tidak semata hanya dapat dijelaskan oleh disiplin ilmu biologi. Berbagai disiplin ilmu lain pun memiliki sudut pandang sendiri mengenai kehidupan. Di dalam fisika, misalnya, kehidupan dilihat sebagai suatu sistem termodinamis yang dibangun atas struktur molekul tertentu, yang dengannya mampu melakukan reproduksi. Di dalam disiplin ilmu kimia, sel hidup adalah suatu sistem kimiawi semi-tertutup yang mampu melakukan pengaturan diri. Kehidupan juga dapat dilihat sebagai suatu sistem dengan entropi negatif, seperti yang diajukan oleh Erwin Schrödinger. Meskipun perkembangan sains telah mematahkan banyak pandangan tentang bagaimana kehidupan itu muncul, ia tetap tidak mampu menjawab sepenuhnya apa itu kehidupan.
Sains dalam hal ini tidak mampu menembus ranah metafisika, sekalipun dasar-dasar di dalam paradigma biologi berupaya menegasikan tujuan tunggal dan bentuk mulia dari kehidupan. Paradigma evolusi Darwinian melihat bahwa tidak ada jiwa dan perkembangan menuju kesempurnaan di antara berbagai tingkatan makhluk hidup. Manusia tidak lebih baik dari hewan, dan hewan tidak lebih baik dari tumbuhan, meskipun organisasi kehidupannya mungkin lebih kompleks. Pendekatan ini membantah pernyataan bahwa bentuk (jiwa) menentukan tujuan dari materi (tubuh). Sebagai contoh, beruang kutub tidak berambut putih agar mampu berkamuflase di tengah salju, atau kupu-kupu memiliki bulatan di sayapnya untuk menakuti pemangsa. Sebaliknya, hewan-hewan tersebut mampu berkamuflase sebagai bentuk adaptasi perilaku atas kondisi morfologinya dan lingkungan yang ditempatinya. Cerita tentang dua ngengat dengan warna berbeda di kota London yang berkembang dilingkupi jelaga adalah bentuk paling sederhana dari adaptasi evolusioner makhluk hidup pada kenyataannya, adaptasi evolusioner jauh lebih kompleks dan memakan waktu lebih lama.[20]
2.7. Arti dan Makna Hidup dalam Pemahaman Sistematika
Kata “sistematika” berasal dari kata Yunani “Sunistano” yang artinya berdiri bersama-sama, atau untuk mengatur. Dalam kamus Besar Indonesia Sitematika berarti: teratur, tersusun dengan rapi, berurutan dll. Jadi sistematika berarti penyusunan secara beraturan, rinci, dan sistematis sehingga menghasilkan sesuatu data yang baik. teratur, dan menyeluruh. Pengertian Theologis Sistematika di definisikan sebagai: Pengumpulan, penyusunan secara ilmiah, perbandingan, pengungkapan, dan pembelaan semua fakta dari keseluruhan atau setiap sumber yang berhubungan dengan Allah dan Karya-Nya. Pentingnya Teologi sistematika adalah kitaakan mendapatkan kebenaran iman Kristen secara utuh. Karena kebenaan Alkitab yang tidak tersusun secara sistematis, akan membuat banyak orang kesulitan dalam mempelajari Alkitab. Dalam teologi Kristen, kebenaran yang tersebar di seluruh bagian Alkitab tersebut disatukan, sehingga orang-orang Kristen mudah untuk mempelajarinya. Karena konsep teologi sudah tertata dengan baik, maka pengajaran iman Kristen mudah untuk dipelajari, sehingga dapat dikatakan bahwa teologi Kristen menolong orang-orang percaya untuk dapat mempertanggungjawabkan imannya secara konsisten.
Dengan kekonsistenan iman yang ada, maka orang-orang Kristen akan terbentuk sebagai pribadi yang benar dan utuh dalam kehidupannya di hadapan Allah, yang membuat pelayanan orang Kristen menjadi efektif sehingga mampu menjawab setiap pergumulan dan pemahaman tentang Allah. Fungsi Teologi sistematika dalam pertumbuhan Iman adalah untuk kita dapat lebih memahami dan mengerti lebih jelas tentang agama dan pernyatan-pernyataan Allah dalam kehidupan, teologi sistematika sangat penting dalam proses pertumbuhan iman Kristen. Mengapa demikian ? karena sisitematika adalah ilmu yang bersifat mengatur, menyusun dan menata secara utuh dan menyeluruh. sehingga dapat dimengerti dalam pembelajaran untuk lebih mengenal Allah yang dimuliakan didalam kehidupan. Dan terakhir bahwa pentingnya teologi sistematika adalah Menambah pengetahuan seseorang dalam memahami pengetahuan tentang Allah. Dan Membantu seseorang agar tidak menyimpang dari kebenaran Firman Tuhan. Tidak sesat dalam memahami maksud dan Pribadi Allah.
2.8. Arti dan Makna Hidup dalam Ilmu Agama-agama
2.8.1. Agama Islam
“Ketahuilah, sesungguhanya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan senda gurau, perhiasan dan saling berbangga di antara kamu serta berlomba dalam kekayaan dan anak keturunan, seperti hujan yang tanam – tanamannya mengagumkan para petani; kemudian ( tanaman ) itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia tidak lain hanyalah kesenangan yang palsu”. (QS. Al – Hadid : 20)
Demikian ilustrasi Al-Quran dalam menggambarkan kehidupan dunia ini sebagai permainan, senda gurau, perhiasan, saling berbangga dan berlomba dalam kekayaan, anak keturunan dan lain sebagainya. Kemudian mengumpamakan itu semua dengan tanam-tanaman yang pada awalnya mengagumkan petani kemudian menjadi kering dan hancur. Di ujung ayat ditutup dengan ungkapan “kehidupan dunia tidak lain hanyalah kesenangan yang palsu”. Satu hal yang paling menakutkan adalah ayat ini disertai dengan ancaman bahwa di akhirat kelak ada azab yang keras, meskipun ada ampunan dan keridhaan Allah. Mengingat hal tersebut di atas maka bisa dimengerti kenapa sebagai muslim yang meyakini kebenaran semua informasi yang datang dari Allah harus mengisi kehidupan ini sesuai dengan ajaran Islam. Karena hanya orang-orang yang hidup di dunia ini di bawah tuntunan dan petunjuk agama sajalah yang akan mendapat ampunan Allah dan keridhaan-Nya di akhirat kelak, selain itu akan mendapat azab yang keras dari-Nya. Oleh karena itu, setiap mukmin diperintahkan untuk beramal dan berbuat kebaikan sebanyak-banyaknya semasa hidup di dunia ini. Hari demi hari yang dilalui harus semakin baik dan berguna bagi kehidupan di akhirat. Jika manusia hanya menyibukkan dirinya untuk kepentingan dunia semata, maka mereka benar-benar menjadi orang-orang yang rugi di hari akhirat nanti. Karena itu, dalam banyak ayat Al-Quran manusia diingatkan agar senantiasa mempersiapkan bekal di kehidupan dunia yang singkat ini untuk kebahagiaan hari esok.[21]
Pemahaman inti tentang makna hidup menurut Al Quran.[22]
1. Hidup Adalah Ibadah
Pada intinya, arti hidup dalam Islam ialah ibadah. Keberadaan kita dunia ini tiada lain hanyalah untuk beribadah kepada Allah. Makna ibadah yang dimaksud tentu saja pengertian ibadah yang benar, bukan berarti hanya shalat, puasa, zakat, dan haji saja, tetapi ibadah dalam setiap aspek kehidupan kita,lahiriah dan bathiniah.
2. Hidup Adalah Ujian.
Allah berfirman dalam QS Al Mulk 67 : 2 : ”(ALLAH) yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya, dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” Allah akan menguji manusia melalui hal-hal sebagai berikut sesuai dengan QS Al Baqarah 2:155-156, yaitu : “dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah- buahan, dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun”.”
3. Hidup Adalah Sementara.
Dalam QS Al Mu’min 40:39, Allah berfirman : “Hai kaumku, sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan (sementara) dan sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal.“ Dalam QS Al Anbiyaa 21:35,Allah Azza wa Jalla berfirman :“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar- benarnya) dan hanya kepada Kami-lah kamu dikembalikan.“
2.8.2. Agama Buddha[23]
Banyak orang yang masih memiliki salah pengertian mengatakan bahwa,Agama Buddha (Buddha Dhamma) hanya menaruh perhatian kepada cita-cita yang luhur, moral tinggi, dan pikiran yang mengandung filsafat tinggi saja, dengan mengabaikan kesejahteraan kehidupan duniawi dari umat manusia. Padahal, Sang Buddha di dalam ajaran-Nya, juga menaruh perhatian besar terhadap kesejahteraan kehidupan duniawi dari umat manusia, yang merupakan kebahagiaan yang masih berkondisi. Memang, walaupun kesejahteraan kehidupan duniawi bukanlah merupakan tujuan akhir dalam Agama Buddha, tetapi hal itu bisa juga merupakan salah satu kondisi (sarana / syarat) untuk tercapainya tujuan yang lebih tinggi dan luhur, yang merupakan kebahagiaan yang tidak berkondisi yaitu terealisasinya Nibbana. Sang Buddha tidak pernah mengatakan bahwa kesuksesan dalam kehidupan duniawi adalah merupakan suatu penghalang bagi tercapainya kebahagiaan akhir yang mengatasi keduniaan. Sesungguhnya yg menghalangi perealisasian Nibbana, bukanlah kesuksesan atau kesejahteraan kehidupan duniawi tersebut, tetapi kehausan dan keterikatan batin kepadanya itulah, yang merupakan halangan untuk terealisasinya Nibbana.
Di dalam Vyagghapajja sutta, seorang yang bernama Dighajanu, salah seorang suku Koliya, datang menghadap Sang Buddha. Setelah memberi hormat, lalu ia duduk di samping beliau dan kemudian berkata: “Bhante, kami adalah upasaka yang masih menyenangi kehidupan duniawi, hidup berkeluarga, mempunyai isteri dan anak. Kepada mereka yang seperti kami ini, Bhante, ajarkanlah suatu ajaran (Dhamma) yang berguna untuk mendapatkan kebahagiaan duniawi dalam kehidupan sekarang ini,dan juga kebahagiaan yang akan datang.” Menjawab pertanyaan ini, Sang Buddha bersabda bahwa ada empat hal yang berguna yang akan dapat menghasilkan kebahagiaan dalam kehidupan duniawi sekarang ini, yaitu:
1. Utthanasampada: rajin dan bersemangat dalam mengerjakan apa saja, harus terampil dan produktif; mengerti dengan baik dan benar terhadap pekerjaannya, serta mampu mengelola pekerjaannya secara tuntas.
2. Arakkhasampada: ia harus pandai menjaga penghasilannya, yang diperolehnya dengan cara halal, yang merupakan jerih payahnya sendiri.
3. Kalyanamitta: mencari pergaulan yang baik, memiliki sahabat yang baik, yang terpelajar, bermoral, yang dapat membantunya ke jalan yang benar, yaitu yang jauh dari kejahatan.
4. Samajivikata: harus dapat hidup sesuai dengan batas-batas kemampuannya. Artinya bisa menempuh cara hidup yang sesuai dan seimbang dengan penghasilan yang diperolehnya, tidak boros, tetapi juga tidak pelit / kikir.
Keempat hal tersebut adalah merupakan persyaratan (kondisi) yang dapat menghasilkan kebahagiaan dalam kehidupan duniawi sekarang ini, sedangkan untuk dapat mencapai dan merealisasi kebahagiaan yang akan datang, yaitu kebahagiaan dapat terlahir di alam-alam yang menyenangkan dan kebahagiaan terbebas dari yang berkondisi, ada empat persyaratan pula yang harus dipenuhi, yaitu sebagai berikut:
1. Saddhasampada: harus mempunyai keyakinan, yaitu keyakinan terhadap nilai-nilai luhur. Keyakinan ini harus berdasarkan pengertian, sehingga dengan demikian diharapkan untuk menyelidiki, menguji dan mempraktikkan apa yang dia yakini tersebut.
2. Silasampada: harus melaksanakan latihan kemoralan, yaitu menghindari perbuatan membunuh, mencuri, asusila, ucapan yang tidak benar, dan menghindari makanan/minuman yang dapat menyebabkan lemahnya kesadaran (hilangnya pengendalian diri).
3. Cagasampada: murah hati, memiliki sifat kedermawanan, kasih sayang, yang dinyatakan dalam bentuk menolong mahluk lain, tanpa ada perasaan bermusuhan atau iri hati, dengan tujuan agar mahluk lain dapat hidup tenang, damai, dan bahagia.
4. Panna: harus melatih mengembangkan kebijaksanaan, yang akan membawa ke arah terhentinya dukkha.Kebijaksanaan di sini artinya dapat memahami timbul dan padamnya segala sesuatu yang berkondisi; atau pandangan terang yang bersih dan benar terhadap segala sesuatu yang berkondisi, yang membawa ke arah terhentinya penderitaan.
2.8.3. Agama Hindu
Dalam agama Hindu yang menjadi tujuan hidup utama manusia di dunia ini tertuang dalam ajaran Catur Purusa Artha yaitu empat tujuan untuk mencapai kebahagiaan didunia dan akhirat. Yang diantaranya : dharma, artha, kama dan moksa. Dharma yaitu ajaran-ajaran suci yang mengatur, memelihara atau menuntun umat manusia untuk mencapai kesejahteraan jasmani dan ketentraman bhatin. Dharma juga berarti agama dan kewajiban, kemuliaan, kebajikan serta kebenaran. Dharma merupakan pegangan hidup umat Hindu yang dilaksanakan dalam aspek kehidupan sehari-hari baik dalam ucapan, pikiran dan dalam berprilaku sehari-hari dirumah maupun dalam masyarakat dan lingkungan. Segala tindakan mesti didasari dengan dharma atau kebenaran. Dalam kitab Sarasamuscaya dinyatakan : kesimpulannya, kalau artha dan kama yang dituntut, maka seharusnya dharma dilakukan lebih dahulu, tak tersangsikan lagi, pasti akan diperoleh artha dan kama itu nanti, tidak akan ada artinya jika artha dan kama itu diperoleh menyimpang dari dharma. Jadi dalam petikan kitab Sarasamuscaya tadi ditekankan bahwa dharma mesti dilaksanakan, maka artha dan kama datang dengan sendirinya.
Dalam kitab Sarasamuscaya juga dinyatakan bahwa : segala yang diajarkan oleh sruti dan smerti adalah dharma. Jadi dharma dalam ajaran agama Hindu menduduki tempat yang amat penting dalam kehidupan ini. Dan dalam kitab manu samhita dikatakan Weda Pramanakah sreya sadhanam dharmah yang artinya : di dalam ajaran suci weda dharma dikatakan sebagai alat untuk mencapai kesempurnaan. Artha yaitu harta benda atau kekayaan/uang. Dalam dunia modern ini uang memegang peranan penting. Uang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam hidup ini. Tanpa artha, uang, materi yang memadai hidup ini akan terasa sulit. Mencari dan memiliki artha bukanlah sesuatu yang dilarang malahan merupakan sesuatu hal yang diajurkan. Asalkan semuanya itu diperoleh berdasarkan dharma, dan digunakan untuk kepentigan dharma pula. Ajaran agama Hindu menegaskan bahwa artha sebenarnya bukanlah merupakan tujuan, namun hanya merupakan sarana untuk mencapai tujuan. Sebagai mana telah diuraikan bahwa tujuan hidup yang terakhir menurut ajaran agama Hindu adalah untuk mencapai kebahagiaan dalam penunggalan dengan Sang Hyang Widhi, yang disebut juga moksa atau kelepasan. Harta yang diperoleh atau dimiliki dalam penggunaan harus dibagi menjadi tiga :
1. Sadhana ri kasiddaning dharma; yang artinya Artha dipakai untuk memenuhi dharma. Sebagai contoh adalah untuk melakukan kewajiban-kewajiban hidup sebagai manusia, pelaksanaan Panca Yadnya dan sebagainya.
2. Sadhana ri kasiddaning kama; yang artinya Artha dipakai untuk memenuhi kama. Sebagai contoh adalah untuk kegiatan kesenian, olah raga, rekreasi dan sebagainya.
3. Sadhana ri kasiddaning artha; yang artinya Artha dipakai untuk mendapatkan harta kembali. Sebagai contoh untuk kegiatan memproduksi sesuatu, kegiatan ekonomi dan sebagainya.
Kegunaan dari harta atau kekayaan itu juga untuk disedekahkan. Karena pahala dari bersedekah yang dilaksanakan dengan tulus ikhlas tersebut adalah tak ternilai harganya. Dalam ajaran agama Hindu berkali-kali ditekankan bahwa harta kekayaan itu tidak akan dibawa mati. Yang akan meringankan dan menuntun pergi ke akhirat adalah perbuatan baik atau buruk. Karenanya harta kekayaan itu hendaknya disedekahkan, dipakai dan diabdikan untuk perbuatan dharma. Hanya dengan demikianlah harta tersebut mempunyai nilai yang utama.[24]
2.9. Arti dan Makna Kehidupan dalam Agama Suku (Parmalim)
Parmalim sebagai bentuk kepercayaan asli Suku Batak yang seirama dengan adat dan budaya batak yang dipercayai oleh nenek moyang bangsa Batak dan diajarkan secara turun temurun hingga saat ini karena dianggap baik oleh pemeluknya, didalamnya mengajarkan nilai-nilai yang luhur dan masih berfungsi untuk memberikan pengharapan kepada umat Malim baik berkat kehidupan, kesentosaan bagi yang menjalankan petuah-petuah kemaliman, dan merupakan salah satu kekayaan kearifan lokal yang harus dijaga.
Pandangan Ugamo Malim terkait Hidup yaitu, Agama ini tepatnya lebih mengenal kekekalan setelah kematian. Agama ini percaya kepada Debata Mula Jadi Na Bolon sebagai Tuhannya. Hidup dan mati manusia dalam Parmalin berada pada kuasa Debata Mula Jadi Na Bolon. Mereka juga percaya terhadap keberadaan Arwah-arwah leluhur. Namun belum ada ajaran yang pasti pemberian reward atau punisnhment atas perbuatan baik atau jahat, selain mendapat berkat atau dikutuk menjadi miskin dan tidak punya keturunanan. Orang Batak penganut Malim mempunyai konsepsi bahwa alam semesta beserta isinya diciptakan oleh Debeta Mulajad Nabolon. Dia bertempat tinggal di atas langit dan mempunyai nama-nama sesuai dengan tugas dan kedudukanya. Bagi suku Batak yang menganut ajaran Parmalim, Debeta Mula Jadi Na Balon adalah maha pencipta manusia, langit, bumi dan segala isi alam semesta. Pokoknya memegang apa yang diperintahkan Tuhan saja.[25]
2.10. Arti dan Makna Kehidupan Kaum Ateis
Secara etimologis, kata ateis berasal dari bahasa inggris yaitu atheism. Istilah ini sendiri diambil dari bahasa Yunani yaitu atheos yang berarti tanpa Tuhan. Kata tersebut berasal dari “a” yang berarti tidak dan “theos” yang berarti Tuhan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, ateis adalah orang yang tidak percaya akan adanya Tuhan.
Bagi orang beragama makna hidup dapat dipelajari dan dihayati lewat pelajaran moral dalam agama yang dianutnya. Pelajaran-pelajaran dan nilai moral dalam agama seperti kitab suci, buku spiritualitas, maupun nasehat dari orang bijak dan pemimpin atau pemuka agama menjadi dasar pedoman hidup bagi umat beragama. Eksistensi manusia hidup didunia pada dasarnya sudah ditentukan oleh agama, namun bagi orang ateis hal tersebut tidak berlaku. Hal ini dikarenakan ateis memiliki pandangan hidup sendiri yang setiap individu berbeda-beda tentang keberadaannya tanpa adanya campur tangan dari orang lain yang mengikat kebebasan mereka. Bagi ateis mereka tidak menerapkan prinsip-prinsip makna hidup yang di ajarkan oleh agama. Makna hidup tidak harus selalu berasal dari agama. Hal ini sesuai dengan salah satu aspek-aspek makna hidup yang dikemukakan oleh Crumbaugh dan Maholick yaitu tentang kebebesan berkehendak. Ateis mampu untuk mengendalikan kebebasan hidupnya namun tetap bertanggung jawab dan didasari pada nilai-nilai kebenaran.[26]
2.11. Arti dan Makna Kehidupan ditengah-tengah Manusia Masa Kini
Dunia pasca kehidupan modern atau post modernisme yang ditandai dengan semakin meningkatnya krisis kemanusiaan, karena kehidupan yang didominasi oleh menguat dan meningkatnya budaya yang berbasis materialisme. Segala sesuatu, baik dan buruk, dan menilai eksistensi dan keberadaan seseorang, hanya bertumpu pada yang serba materi. Manusia post modern, kebanyakan waktu hidupnya, hanya dalam kompetesi pengejaran serba materi dan sistem berpikirnya atau cara menilai sesuatu juga berbasis materi. Karena itu, untuk menentukan kebenaran dan kepastian juga berbasis pada apa yang bisa: dilihat, diukur, dihitung diraba, dirasa, yang semua hanya terkait pada aspek kuantifikasi semata. Manusia postmo cenderung egois, serakah, teralienasi, kurang berempati dan masa bodoh pada sesama manusia, cepat frustasi dan putus asa, cepat galau dan daya tahan mental yang cepat rapuh dalam menghadapi kerasnya kompetesi kehidupan. Manusia postmo saat ini, dalam memahami, menilai, memaknai tentang kebenaran, cenderung semakin tereduksi dan semakin menyempit, karena terlalu mengandalkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Jadi hidup tanpa urusan methafisis adalah sesuatu yang justru irasional, berbahaya dan kemudian tenggelam dalam lautan serba materi. Hidup yang kering , gersang dan miskin spritual.[27]
2.12. Analisa Penyeminar
Alkitab sangat jelas menguraikan apa yang seharusnya menjadi tujuan hidup kita. Para tokoh dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru mencari dan menemukan tujuan kehidupannya. Salomo, salah satu orang yang paling bijaksana yang pernah hidup, menyimpulkan hanya kesia-siaan jika hidup hanya dijalani berfokus pada dunia ini saja. Salomo menyatakan bahwa kehidupan ini seluruhnya tentang memuliakan Allah dalam pikiran dan kehidupan, serta memelihara perintah-Nya, karena suatu hari kita akan memberi pertanggungjawaban di hari penghakiman-Nya. Salah satu tujuan hidup kita adalah takut kepada Allah dan menaati-Nya.Salah satu bagian lain tujuan kehidupan ini juga mengamati kehidupan di dunia ini dengan perspektif yang benar. Berbeda dengan mereka yang berfokus pada kehidupan ini saja, Raja Daud mencari penghiburan-Nya di masa mendatang.Ia berkata, “Tetapi aku, dalam kebenaran akan kupandang wajah-Mu, dan pada waktu bangun aku akan menjadi puas dengan rupa-Mu” (Mazmur 17:15).
Tujuan hidup manusia itu mempermuliakan Allah dan hidup di dalam anugerahNya untuk selama-lamanya.Kita memuliakan Allah dengan menghormati dan menaati-Nya, memusatkan pandangan kita di surga kelak, dan mengenal Dia secara intim.Kita menikmati anugerah Allah dengan mengikuti rancangan-Nya bagi kehidupan kita, sehingga memampukan kita untuk mengalami sukacita yang benar dan yang abadi - kehidupan berlimpah yang Ia rencanakan bagi kita.Tuhan Yesus datang untuk memberi hidup yang luar biasa kepada kita.Yesus berkata,”Akulah Hidup” (Yoh 14:6). Apakah kita mempunyai sumber hidup yang baru ini di dalam diri kita? Di Kolose 3:4, Paulus berkata,“Kristus adalah hidup kita”. Hidup kekristenan adalah hidup dengan kualitas yang tinggi, karena ada pengampunan, kasih dan pimpinan Tuhan yang melimpah. Seperti sebuah lagu dengan syair ”Hidup ini adalah kesempatan, hidup untuk melayani Tuhan, jangan sia-siakan apa yang Tuhan berikan hidup ini harus jadi berkat………”. Mari kita gunakan hidup kita dengan sebaik-baiknya untuk melayani Tuhan.
III. Kesimpulan
Di dalam kehidupan manusia, tidak ada namanya kepuasan dan merasa cukup. Manusia selalu merasakan kekurangan bahkan kadang lupa mengucap syukur dengan keadaannya. Setiap harta, kekayaan, kepintaran, bahkan apapun yang kita miliki itu akan berakhir dengan sia-sia. Kita hanya sementara hidup di dunia ini, kita juga hanya sementara merasakan apa yang ada di dunia ini. Seperti apa yang dikatakan Pengkhotbah di awal, kehidupan ini adalah sia-sia. Ini bukan menunjukkan kearah yang negatif, justru ini bisa membawa kita kedalam hal yang postif. Yang dimana inti dari kesia-siaan ini adalah kita harus taat kepada Tuhan Allah. Takut akan Tuhan adalah permulaan pengetahuan. Untuk itu, selagi kita hidup mari kita nikmati apa yang diberikan Tuhan kepada kita dan tidak lupa untuk mengucap syukur kepadanya. Sebab kehidupan yang kekal adalah bersama-Nya. Pengkhotbah mengajak manusia untuk kembali kepada Allah. Dan mengejar hikmat selama kita hidup di dunia ini.
IV. Daftar Pustaka
Adi S, Lukas., Smart Book of Christianity: Perjanjian Lama, Yogyakarta: Andi, 2015 Bastaman, Hanna Djumhana, Meraih Hidup Bermakna, Jakarta: Paramadina, 1999 Bergan, Diane t, Robert J.Karris, Tafsir Alkitab Perjanjian Lama, Yogyakarta: Kanisius, 2000
Bultmann, Rudolf, “ζωη” Theological Dictionary of the New Testament Vol. II, Gerhard Kittel, Gerhard Friedrich (eds.), Grand Rapids: Eerdmans, 1964
Gingrich, William F. Arndt, F. Wilbur, A Greek-English Lexicon of the New Testament and Other Early Chritsian Literature, Chicago: The University of Chicago Press; London: Cambridge University Press, 1957
Holladay, William L., A Consice Hebrew and Aramic Lexicon of The Old Testament, Grand Rapids: Eerdmans, 1980
Macmillan, Dictionary, New York: Macmillan Publishing, 1977
Nasution, Harun, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid 1, Jakarta: UI Press, 1979
Purwodarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1998
Rad, Gerhard Von, Old Testament Theology Vol. I, London: SCM Press, 1975
Ringgren, Theological Dictionary of The Old Testament Vol IV, G. Johanes Botterweek, Helmer Ringgren (ed), Grand Rapids: Eerdmans, 1980
Rita, H-J., “βιος” Exegetical Dictionary of the New Testament Vol. I, Gerhard Kittel, Gerhard Friedrich (eds.), Grand Rapids: Eerdmans Publishing Company , 1993
Saragih, Agus Jetron, Kitab Ilahi Pengantar Kitab-Kitab Perjanjian Lama, Medan: Bina Media Perintis, 2016
Schottroff, L., “ζωη” Exegetical Dictionary of the New Testament Vol II, H. Balz & G. Schneider (eds.), USA: Eerdmans, 1994
Singgih, Emanuel Gerrit, Hidup di Bawah Bayang-bayang Maut, Jakarta: BPK-GM, 2001
Weiden, Wim Van Der, Seni Hidup, Yogyakarta:Kanisius, 1995
Sumber Internet :
http://eprints.mercubuana-yogya.ac.id/1206/2/BAB%20II.pdf, diakses pada hari Rabu 7 Oktober 2020 Pukul 17.40 WIB
http://www.teropongsenayan.com/20580-derita-kehampaan-makna-hidup-manusia-post-modern, diakses pada hari Selasa 13 Oktober 2020, pukul 21.35 WIB
http://kb.alitmd.com/tujuan-hidup-menurut-hindu/, diakses pada hari Rabu 7 Oktober 2020, pukul 19.20 WIB
http://kristianiasyang.blogspot.com/2015/01/makna-dan-nilai-kehidupan-menurut.html, diakses pada hari Rabu 7 Oktober 2020, pukul 20.15 WIB
http://www.telaga.org/audio/makna_hidup, diakses 5 Oktober 2020, Pukul. 21.00 WIB
https://dwiartama.wordpress.com/2016/09/26/311/ diakses pada hari Kamis 8 Oktober 2020, pukul 15.20 WIB
https://media.neliti.com/media/publications/206887-eksistensi-agama-lokal-parmalim-studi-ka.pdf, diakses pada hari Rabu 7 Oktober 2020, Pukul 15.30 WIB
[1] Macmillan, Dictionary, (New York: Macmillan Publishing, 1977), 590
[2] Purwodarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1998), 355
[3] Macmillan, Dictionary, 590
[4] Ringgren, Theological Dictionary of The Old Testament Vol IV, G. Johanes Botterweek, Helmer Ringgren (ed), (Grand Rapids: Eerdmans, 1980), 332
[5] William L. Holladay, A Consice Hebrew and Aramic Lexicon of The Old Testament, (Grand Rapids: Eerdmans, 1980), 101
[6] Ringgren, Theological Dictionary of The Old Testament Vol IV, 333-334
[7] Gerhard Von Rad, Old Testament Theology Vol. I, (London: SCM Press, 1975), 219-231
[8]H-J.Rita, “βιος” Exegetical Dictionary of the New Testament Vol. I, Gerhard Kittel, Gerhard Friedrich (eds.), (Grand Rapids: Eerdmans Publishing Company , 1993), 219
[9] William F. Arndt, F. Wilbur Gingrich, A Greek-English Lexicon of the New Testament and Other Early Chritsian Literature, (Chicago: The University of Chicago Press; London: Cambridge University Press, 1957), 141
[10]H-J.Rita, “βιος” Exegetical Dictionary of the New Testament Vol. I, Gerhard Kittel, Gerhard Friedrich (eds.), 219
[11] L. Schottroff, “ζωη” Exegetical Dictionary of the New Testament Vol II, H. Balz & G. Schneider (eds.), (USA: Eerdmans, 1994), 105
[12] Rudolf Bultmann, “ζωη” Theological Dictionary of the New Testament Vol. II, Gerhard Kittel, Gerhard Friedrich (eds.), (Grand Rapids: Eerdmans, 1964), 861-862
[13] William F. Arndt, F. Wilbur Gingrich, A Greek-English Lexicon of the New Testament and Other Early Chritsian Literature, 340
[14]http://www.telaga.org/audio/makna_hidup, diakses 5 Oktober 2020, Pukul. 21.00 Wib
[15] Agus Jetron Saragih, Kitab Ilahi Pengantar Kitab-Kitab Perjanjian Lama (Medan: Bina Media Perintis, 2016), 155.
[16] Lukas Adi S., Smart Book of Christianity: Perjanjian Lama, (Yogyakarta: Andi, 2015), 84.
[17] Wim Van Der Weiden, Seni Hidup, (Yogyakarta:Kanisius, 1995), 271-272.
[18] Diane Bergant, Robert J.Karris, Tafsir Alkitab Perjanjian Lama, (Yogyakarta: Kanisius, 2000), 492.
[19] Emanuel Gerrit Singgih, Hidup di Bawah Bayang-bayang Maut, (Jakarta: BPK-GM, 2001), 212.
[20] https://dwiartama.wordpress.com/2016/09/26/311/ diakses pada hari Kamis 8 Oktober 2020, pukul 15.20 WIB
[21] Hanna Djumhana Bastaman, Meraih Hidup Bermakna, (Jakarta: Paramadina, 1999), 83
[22] Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid 1, (Jakarta: UI Press, 1979), 59-60
[23] http://kristianiasyang.blogspot.com/2015/01/makna-dan-nilai-kehidupan-menurut.html, diakses pada hari Rabu 7 Oktober 2020, pukul 20.15 Wib
[24] http://kb.alitmd.com/tujuan-hidup-menurut-hindu/, diakses pada hari Rabu 7 Oktober 2020, pukul 19.20 Wib
[25] https://media.neliti.com/media/publications/206887-eksistensi-agama-lokal-parmalim-studi-ka.pdf, diakses pada hari Rabu 7 Oktober 2020, Pukul 15.30
[26]http://eprints.mercubuana-yogya.ac.id/1206/2/BAB%20II.pdf, diakses pada hari Rabu 7 Oktober 2020 Pukul 17.40 Wib
[27] http://www.teropongsenayan.com/20580-derita-kehampaan-makna-hidup-manusia-post-modern, diakses pada hari Selasa 13 Oktober 2020, pukul 21.35 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar